Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Arah

Purbalingga, 23 Juni 2021               Arah             ( Karya : Wardah Munfaati ) Semakin petang semakin benderang kabut menantang  Setiap kali ku pejamkan, semakin erat ia menyeret keinginan  Mengetuk-ngetuk kegelapan untuk jumpa penerangan  Meliuk-liukkan harapan untuk ditinggikan  Melampiaskan amarah sesekali hanya untuk berserah  Berpasrah dalam kata meniupkan segala asa Nampaknya petang semakin menantang  Ia mulai panjati pengharapan untuk sampai pada puncaknya Meniti satu persatu pijakan untuk menyatu satu Pada akhirnya pasrah adalah arah Bukan untuk menyerah, tapi begitulah yang disebut arah  Berjalan berpapah dengan segala payah

Perjalanan

Purbalingga, 23 Februari 2021             Perjalanan                    ( Karya : Wardah Munfaati ) Keberagaman kita sungguh terasa Suguhan kata terdengar nyata Mata bising terlihat asing  Senyum ramah terlihat murah Asa terselip dalam tatapannya Tangan lemas membuka tas Baju putih nampak paling rapih Baju batik menggenggam tiket perjalanan  Alas kaki dilepas meregangkan rasa lemas Tas jinjing dipegang untuk menyalurkan rasa tegang Kakek bertongkat mulai beranjak Menceritakan setiap sejarah jalan Handphone ditatap seraya berucap Kerupuk bertumpuk di besek Lampu jalan nampak sedang merah Mari kita hilangkan amarah

Tak Ada Sisa

Purbalingga, 10 Januari 2021             Tak Ada Sisa                        ( Karya : Wardah Munfaati ) Tak ada kata yang tersisa Kataku habis dilumat rasa seketika  Puing harap luluh seketika dengan rintik air mata Pena tempatku beradu rasa telah patah Awan cerah seketika terasa gerah untuk melangkah Waktu seolah menghimpit hati dan kaki untuk berhenti  Kalang kabut seketika aku menatapnya Senyum yang aku simpan terasa pahit ketika menyapa Mata yang berbinar membawang seketika  Bunga di jalan tak nampak menawan, harum minyak wangi seketika luntur Lampu jalan mulai padam untuk menuntun rasa Langkah demi langkah kau perbarui  Masa telah melumat habis kenangan yang tersisa Sungguh sial aku tertinggal sampai kehilangan Membawa perih sendiri tanpa sapa untuk pergi Berteduh sendiri tanpa arah yang pasti Menahan sendiri tanpa kau sadari Jariku mulai bergetar rasa takut kehilangan  Hatiku sesak karena sebuah ucapan Pergi adalah pilihan pasti Namun menunggu adalah pilihan mati Aku beranjak un

Diam

 Purbalingga, 06 Februari 2021 Diam  ( Karya : Wardah Munfaati ) Diam itu membungkam seribu bahasa Menelantarkan amarah di bawah kerah Menuang seribu ekspresi untuk tenangkan diri Diam itu menghela nafas sambil menuntaskan amarah Menggerutu sejenak di dalam otak Pukul pukul sendiri untuk tenangkan hati Gerah sendiri dengan gejolak hati Diam itu menuntaskan bisikan amarah yang tak lumrah  Membiarkan hati menumpahkan segala emosi Membiarkan mata berproses dengan kecewanya  Diam itu tegar namun goyah dengan goncangan diri Memukul batin sendiri dan menenangkannya dengan sendiri  Mulut gatal ingin menguntal setiap kata, namun bibir siap dengan sikap batal Diam, sampai akhirnya amarah tertelan perlahan dengan sebuah kekebalan 

Sebatas Hujan

 Purbalingga, 27 Januari 2021 Sebatas Hujan ( Karya : Wardah Munfaati ) Bersyukurlah hujan masih lebih deras daripada tangismu Seberapa besar usahamu, seberapa giat usahamu akan terasa sia-sia saat kau tampilkan pada yang buta hatinya Pada akhirnya semua apresiasi terasa percuma ketika menganggap beban semata Muka memar tak nampak karena terlalu kuat Tempat yang harusnya menjadi singgasana terasa sengsara Menjadi topeng lain yang membangkang  Seolah pengemis perhatian yang selalu gagal Untuk siapa kamu berjuang?  Pada akhirnya kau hanya benalu yang tak diharapkan  Untuk apa jadi pemenang?  Jika mereka saja menganggapmu si kerdil yang pecundang Mereka yang kuat hanya pura-pura kuat Mereka yang nampak bahagia, hanya selingan di waktu sela Bukan menganggap diri paling menderita, tapi untuk membuka topeng saja berat rasanya Berganti ganti raut muka untuk menghibur hati yang terluka Lalu tak ada peluk yang menyapa?  Tuhan tahu cara menyapa Sedang dirimu hanya pandai bersabda

Baru Sadar

 Purbalingga, 11 Januari 2021 Baru Sadar ( Karya : Wardah Munfaati ) Sudah layu rasanya untuk kembali berbunga Dipupuk subur namun tak pernah diguyur dan disiram Satu persatu kelopak berjatuhan, layu dan kering Berharap satu tetes air mengalir, menunggu terus dan terus  Sampai akhirnya bunga itu gugur dan hilang Kasihku sama, ia layu dan hilang saat kau melangkah pergi Berkali-kali bertahan, berkali-kali membohongi diri untuk terus berdiri  Haruskah aku pergi? Haruskah aku menunggu?  Kutunggu, terus kutunggu ucap batinnya  Sendiri kususuri setiap jalan, membentur diri untuk koreksi Nyatanya sulit merangkai kata "kita" untuk berdua Berjalan tertatih sampai akhirnya terlatih  Luka adalah rangkaian kata yang nyata dengan rasa istimewa Rela katanya tak begitu mudah menahan sesak di dada Sampai akhirnya terbiasa pula untuk melangkah  Kemudian kau datang untuk menyiram?  Bunga itu layu, namun biji kelopaknya tahu dimana ia harus tumbuh 

Akhiri Depresi

 Purbalingga, 15 Desember 2020 Akhiri Depresi  ( Karya : Wardah Munfaati ) Bulan sudah sampai dipenghujung  Sekumpulan kecewa mulai mengepul  Ada yang berbalut kesedihan dengan sangat  Guyuran tangis seolah penutup tahun  Menahan depresi sampai berbulan-bulan, sampai tak sadar sudah sampai pada akhir bulan Mereka yang terkumpul bahagia tak terasa lewati harinya  Tertawa menjadi bumbu manis setiap harinya Sampai akhirnya sadar tahun ini cepat berlalu  Berbeda dengan mereka yang menjerit karena luka Ingin rasanya hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan terlewati seperti mimpi  Namun sesak di hati semakin menjadi, waktu terasa lambat sampai ingin berlari cepat untuk mendorong sekat Sekat pemisah antara derita dan bahagia, sekat antara tangis dan senyum manis Mereka tak sabar membuka hari dengan tahun yang baru Membuka hari dengan harapan baru Membuka tahun baru dengan langkah baru  Mereka ingin membuka hati yang terkunci rapi Mengobati luka yang semakin menganga Memula